Feodalistik Menghilangkan Humanisme
Keterasingan manusia akibat sistem sosial yang berlaku dalam masyarakat zaman feodalisme erat sekali dengan pembedaan strata sosial dan rentan dengan diskriminasi atas manusia oleh manusia. Baik dalam bentuk sikap, tindakan, cara bicara atau gaya bahasa, status sosial dan jabatan. Serasa orang-orang yang di pandang layak (feodal) selalu di kagumi dan masyarakat klas bawah sudah mengubur jauh-jauh apa itu kesalahan mendasar dari orang yang terpandang. Menyembah manusia oleh manusia adalah bentuk penghormatan menurut masyarakat yang beradab dan berbudaya dalam konteks masyarakat feodal. Sebenarnya konteks menghormati, asal tidak merugikan pihak lain bukan merugikan dalam hal harga diri feodal bagi orang/tokoh feodal. Dalam konteks ini kita semuanya harus saling menghargai bukan salah satu golongan saja yang di hargai dan tetap dalam koridor demokratis bukan liberal. Pada sisi ini pula, masyarakat/golongan bawah merasa dia adalah manusia terakhir/terbelakang dan tidak akan pernah tampil berani dalam membongkar semua kebenaran dan keadilan karena dari budaya yang semacam itu pula akan memperlambat langkah masyarakat luas khususnya klas bawah dalam membangun masyarakat yang berilmu pengetahuan ilmiah, beradab dan berkeadilan. Padahal manusia diciptakan hakekatnya adalah sama dan yang membeda-bedakan adalah manusianya sendiri.
Manusia hakekatnya produktif dan memiliki akal pikiran serta selalu berpikir maju terhadap kondisinya. Kenapa perkembangan setiap manusia berbeda? Karena tidak ada penyamarataan dalam setiap bidang kehidupan manusia. Tidaklah beruntung bagi orang-orang yang bernasib tak berpunya dan selebihnya itu hanya dimiliki oleh klas feodal. Dari kondisi sosial inilah yang melahirkan ketimpangan sosial dan ketidakadilan dan berakibat keterasingan manusia oleh manusia. Masyarakat klas bawah pun tak akan pernah tampil berani mengkritik secara terang-terangan terhadap orang-orang terpandang yang melakukan kesalahan terhadap masyarakat akibat takut oleh reaksi sosial feodalistik dan mau tidak mau segala tindak tanduk orang/tokoh terpandang adalah selalu benar dan tidak pernah salah yang pada intinya menghilangkan kekritisan manusia pada manusia dan ketakutan manusia atas manusia.
Ekslusivisme adalah hal yang selalu menjangkit dalam jantung feodalisme. Seolah manusia seperti itu tidak layak dan tidak pantas berada bersamaan dengan klas bawah karena akan meruntuhkan harga diri orang yang senang terhadap praktik feodalistik dan seakan dirinya adalah manusia sempurna. Adakah praktek semacam ini di masa sekarang?
Patriarkhi terhadap perempuan juga erat sekali dirasakannya. Baik dalam keluarga, ekonomi, sosial, dan budaya. Perempuan dalam perkembangannya di pandang orang kedua dan hanya pantas mengurus urusan domestik saja. Ini di menyebabkan laki-laki secara langsung maupun tidak langsung telah menindas perempuan meski bagi perempuan itu adalah hal yang wajar dan sudah seharusnya. Dan inilah kemiskinan masyarakat atas dirinya tentang pemahaman sejarahnya dan konsep manusia. Praktek semacam ini eksis dan meluas pada masa feodalisme.
Selama budaya feodal masih eksis tak akan pernah peradaban manusia adalah peradaban kebenaran absolut di masanya dan peradaban—feodal yang khas hanya anggapan orang-orang feodal yang pada hakekatnya tetap mempertahankan kepentingannya yaitu menjaga tradisi penindasan klas. Ini juga syarat kepentingan yang mana klas feodal sering memberi cap kepada orang-orang yang tidak patuh terhadap tradisi feodal dengan julukan “manusia tak beradab”. Kebanyakan dari mereka yang di juluki manusia tak beradab, ingin mengetahui lebih mendalam tentang kondisi itu dan ingin mengubahnya, dan motif lain karena tidak kuat merasakan kondisi sosial yang demikian. Sebenarnya peradaban yang sejati menyandarkan segala hal pada sesuatu yang esensi/hakekat bukan bentuk luar (cover) dan berpikir serta berbudaya secara ilmiah. Pembodohan manusia atas manusia semacam itu tidak bisa di elak lagi di akibatkan kondisi sosial yang feodalistik.
Zaman ini sangat kental dengan namanya anti kritis, anti demokratis dan anti ilmiah. Tidak ada kebenaran dan terkecuali kebenaran hanya milik pelaku feodal.
Lembaran Adi Soegiarto
Rabu, 21 September 2011
KEDOK PEMERINTAH SBY DI BALIK RUU PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM DAN HUBUNGANNYA DENGAN KRISIS IMPERIALISME
KEDOK PEMERINTAH SBY DI BALIK RUU PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM DAN HUBUNGANNYA DENGAN KRISIS IMPERIALISME
Krisis Imperialisme Yang Tidak Pernah Berhenti
Krisis yang dialami oleh imperialisme Pimpinan Amerika terus saja terjadi. Sejak tahun 2008 yang diawali dengan tragedi subprime mortgage di Amerika, yang kemudian meluas ke Eropa (Yunani, Turki, Prancis, Spanyol, dll) pada tahun 2009-2010 menjadi bukti bahwa sistem sosial di bawah dominasi imperialisme adalah sistem sosial yang busuk. Krisis yang negara-negara Asia dan Afrika pada tahun 2011 (Mesir, Suriah, Yaman, dan yang paling baru adalah Libya) memperkuat argumentasi bahwa antara krisis dan imperialisme tidak bisa di pisahkan. Bahkan periodisasi meledaknya krisis antara ledakan satu dengan ledakan berikutnya terjadi dalam periode yang lebih pendek dari periode sebelumnya.
Kebangkitan massa rakyat di semua negeri (Amerika, Eropa, Asia dan Afrika) menemukan satu musuh bersama di skala dunia, yaitu imperialism AS dan sekutu-sekutunya. Pemotongan upah, jam kerja yang lebih panjang, kebijakan menaikkan pajak, pengurangan subsidi kesehatan dan pendidikan, pengangguran yang semakin merajalela memantik kesadaran massa rakyat Amerika dan Eropa untuk melakukan tindakan politik. Di wilayah lain, di negeri Afrika dan Timur tengah, gerakan rakyat, selain masalah sosial ekonomi, tuntutan demokratisasi menjadi tuntutan utama setelah puluhan tahun di bawah diktator dalam negeri yang di dukung oleh imperialis AS (Mesir, Yaman, Suriah, Tunisia, Libya).
Bahkan pada semester pertama tahun 2011 ini, masalah krisis meledak lagi di Amerika dan Eropa. Ketidakmampuan pemerintahan Amerika menyediakan lapangan pekerjaan membuat banyak tenaga produktif terutama para pemuda yang tidak dapat pekerjaan. Di sisi lain, terjadi kenaikan biaya kebutuhan hidup sehari-hari, misalnya biaya pendidikan dan kesehatan. Pada bulan Juli tahun 2011, Departemen Tenaga Kerja Amerika Serikat mengumumkan bahwa tingkat pengangguran di AS mencapai level 9,2%, level terburuk sejak Presiden Ronald Reagen tahun 1980. Namun kalau di hitung berdasarkan rumus yang digunakan oleh Presiden Bill Clinton tahun 1993, pengangguran di AS sekitar 20%. Menurut salah satu ekonom Amerika serikat, Strauss, salah satu yang menyebabkan masalah ini adalah, terlalu besarnya anggaran perang pemerintah AS, yaitu 3,7 trilyun US Dollar. Keadaan ini yang membuat daya beli masyarakat Amerika melemah dan over produksi terus berlangsung. Pemerintah Obama terpaksa menaikkan plaffon utang pemerintah dari USD 10,6 T menjadi USD 14,3 T. krisis dan jalan keluar yang diambil oleh pemerintah Obama menjadi pemicu perdebatan antara partai Demokrat pendukung Obama dan partai Republik. Artinya lahir krisis ekonomi selalu melahirkan masalah politik di antara klas-klas yang berkuasa di semua negeri, termasuk di negeri imperialis AS sendiri.
Situas ini membuat Imperialis Amerika Serikat memerlukan eksport kapital untuk menunda krisis dalam negerinya. Sektor-sektor yang paling diminati oleh pemerintah Amerika dan negeri Imperialis lainnya adalah sektor pertambangan minyak dan gas, salah satunya di Maluku (Rabu, 10 Agustus 2011, Berita Daerah.com), perkebunan, agrarian, dan infrastruktur.
Pentingnya RUU Pengadaan Tanah Bagi Pemerintah SBY
Pemerintah SBY memang tak ubahnya seperti pemerintah fasis Soeharto, bahkan lebih cerdik dalam mengelabui rakyat. Rancangan undang-undang pengadaan tanah ini di nyatakan untuk pembangunan kepentingan umum. Padahal substansinya untuk kepentingan imperialis, borjuasi besar komprador dan tuan tanah dalam negeri. Massa rakyat sudah paham, bahwa istilah kepentingan umum dalam RUU ini hanya sebatas kedok semata. Klas borjuasi monopoli, borjuasi komprador-lah yang akan mendapatkan banyak keuntungan dengan adanya RUU ini, karena perampasan tanah rakyat sudah mendapatkan legitimasi hukum yang lebi kuat dari payung hukum sebelumnya.
Dalam berbagai acara dan pertemuan antara pemerintah pusat dengan para investor, masalah pembebasan lahan selalu menjadi masalah utama yang dihadapi oleh investor dalam memulai proyeknya. Pada pertemuan Infrastruktur Summit tahun 2009, kembali didesakkan keluhan pembebasan lahan yang harus segera di atasi. Aturan pengadaan tanah dalam bentuk Pepres 36 tahun 2005 yang direvisi menjadi Pepres 65 tahun 2006 tidak cukup untuk memaksa rakyat dan pemerintah daerah (yang sedikit mbulet karena perbedaan klik politik dengan SBY) yang ada di bawahnya untuk patuh pada pemerintah pusat. Problem ini menjadi alasan utama untuk menerbitkan aturan yang punya kedudukan hukum yang lebih kuat, yakni Undang-undang pengadaaan tanah untuk kepentingan umum.
RUU pengadaan tanah ini juga di bertujuan untuk untuk menghilangkan hambatan hukum lainnya seperti undang-undang sektoral dan undang otonomi daerah. Dengan RUU ini pemerintah pusat dapat memaksa pemerintah daerah dan masyarakat menyerahkan tananhya kepada pemerintah atau pihak swasta demi kepentingan umum.
Berikut ini beberapa contoh proyek infrastruktur yang masih ada kendala terkait dengan pembebasan lahan
No | Jalan TOl | Proses pembebasan lahan | Keterangan |
1 | Cikopo – Palimanan | pembebasan tanah baru 45%. | konstruksi belum dimulai |
2 | Kanci – Pejagan | Pembebasan 100 % | konstruksi 96% |
3 | Pejagan – Pemalang | pembebasan lahan 16,5%. | konstruksi belum dimulai |
4 | Pemalang – Batang | pembebasan lahan baru 2%. | konstruksi belum dimulai |
5 | Batang – Semarang | pembebasan tanah 4,5%. | konstruksi belum dimulai, |
6 | Semarang – Solo, | selesai, konstruksi 40%. | pembebasan tanah hampir |
7 | Ungaran – Bawen, , | konstruksi belum dimulai | pembebasan tanah baru dimulai |
8 | Solo – Mantingan | | pembebasan tanah 24%. |
9 | Ngawi – Kertosono | | pembebasan tanah 20% |
10 | Kertosono - Mojokerto, | kegiatan fisik sudah mulai | pembebasan tanah 76% |
11 | Surabaya –Mojokerto, | | pembebasan tanah 19% |
12 | Gempol – pandaan | | Pembebasan lahan 73,41% dan Panjang 13,61 KM |
13 | Gempol – pasuruan | | Panjang 33,75 Km, pembebasan lahan 0,87% |
Data tahun 2009
Pasal-pasal jahat RUU Pengadaan Tanah
Dilihat dari latar belakang dan kebutuhannya jelas-jelas RUU ini akan mengabdi pada kepentingan klas borjuasi monopoli, borjuasi komprador dan sarang korupsi bagi kapitalis birokrat. Rakyat akan dipaksa menyerahkan tanah dan tidak diberi kesempatan untuk melakukan usaha-usaha mempertahankan tanahnya. Rakyat dipaksa menerima ganti rugi walaupun besaran ganti rugi tidak sesuai dengan keinginannya.
Pada pasal 13 dari RUU ini dinyatakan jenis pembangunan yang masuk kategori sebagai pembangunan untuk kepentingan umum, yaitu;
a. Jalan umum, jalan tol, terowongan, jalur kereta api, stasiun kereta api dan fasilitas operasi kereta api.
b. Waduk, bendungan, bendung, irigasi, saluran air minum, saluran pembuangan air dan sanitasi dan bangunan pengairan lainnya.
c. Pelabuhan, bandara udara, dan terminal.
d. Infrastruktur minyak, gas, dan panas bumi meliputi tranmisi dan atau distribusi minyak, gas, dan panas bumi.
e. Pembangkit, tranmisi, gardu, jaringan, dan distribusi tenaga listrik.
f. Jaringan telekomunikasi dan informatika.
g. Tempat pembuangan dan pengolahan sampah.
h. Rumah sakit pemerintah/pemerintah daerah.
i. Tempat pemakanam umum pemerintah/pemerintah daerah.
j. Fasilitas keselamatan umum
k. Cagar alam dan cagar budaya
l. Pertahanan dan keamanan nasional
m. Kantor pemerintah/pemerintah daerah/desa
n. Penataan pemukiman kumuh perkotaan dan/atau konsolidasi tanah
o. Prasarana pendidikan atau sekolah pemerintah/pemerintah daerah
p. Prasarana olahraga pemerintah/pemerintah daerah
q. Pembangunan untuk kepentingan umum lainnya yang ditetapkan dengan keputusan Presiden
Sebagai catatan, kategori kepentingan umum lainnya yang belum diatur dalam undang-undang ini bisa ditetapkan melalui Keputusan Presiden seperti yang tertulis di pasal 13 huruf q.
Dalam RUU ini, dalam keadaan mendesak (mendesak yang seperti apa juga tidak jelas) pemerintah juga diberi kewenangan untuk segera melakukan pembangunan setelah berhasil menentukan lokasi, dan pihak yang memiliki tanah tersebut hanya diberi konfirmasi saja. Kalau yang bersangkutan merasa keberatan, maka bisa ke pengadilan, akan tetapi proses pembangunan terus berlangsung (pasal 50 dan 51).
Agar kelihatan demokratis, masyarakat yang tanahnya akan digusur diberi kesempatan untuk mengajukan keberatan kepada lembaga pengadilan negeri setempat atas besaran ganti rugi yang diberikan oleh lembaga pengadaan tanah. Akan tetapi setelah diputuskan oleh pengadilan negeri, apapun keputusannya harus diterima oleh masyarakat. Dan putusan dari pengadilan negeri ini paling lambat 30 hari setelah gugatan di terima dan memiliki kekuatan hukum tetap. Artinya masyarakat tidak boleh banding kalau keputusan dari pengadilan negeri tidak sesuai dengan harapan masyarakat. Tentu saja ini untuk mempercepat dan mengefektifkan perampasan tanah di satu sisi, disisi lain agar investor bisa segera membangun proyeknya.
RUU Pengadaan Tanah Dan Krisis Imperialism
Kembali lagi ke kedudukan Indonesia di dalam krisis imperialis dunia. Peranan pemerintah Indonesia dalam membantu menangani krisis tidak pernah surut, semakin dalam krisis yang dialami imperialis, maka beban yang ditanggung oleh rakyat Indonesia akan semakin berat, artinya perampasan tanah akan semakin masif dan kesejahteraan akan semakin merosot. Dan mau tidak mau imperialis akan membuang krisis itu ke Indonesia untuk mengurangi kontradiksi di dalam negerinya. Walaupun cara ini tidak efektif, terbukti dengan terus merosotnya ekonomi massa rakyat di negeri imperialis dan berkembangnya gerakan anti imperialis di negerinya. Akan tetapi ini adalah satu-satunya cara bagi mereka untuk bertahan.
Dengan adanya RUU Pengadaan Tanah ini, ekspor modal dari negeri imperialis ke Indonesia akan lebih bisa terjamin dan mengurangi hambatan yang selama ini menunda proyek-proyek pemerintah pusat. Pembiayaan dari negeri imperialis untuk pembangunan infrasruktur (jalan umum, jalan tol, bandara, sarana kereta api, sarana tambang minyak dan gas, dll) akan mendapatkan payung hukum yang lebih kuat. Sebagai gambaran; dalam rencana pembangunan infrastruktur tahun 2009 – 2014 pemerintah membutuhkan dana sekitar 1700 Trilyun, dan dana yang bisa di siapkan oleh pemerintah hanya 400 trilyun. Tentu saja kekurangannya didapatkan dari hutang dari negeri imperialis melalui lembaga keuangannya seperti ADB (Asia Development Bank), JBIC (Japan Bank For Internasional Cooperation) melalui skema program pembangunan reformasi infrastruktur. Dan tentu saja akan mendapatkan keuntungan yang berlipat ganda dari investasi yang mereka tanamkan di Indonesia. Apalagi sekarang ini, pemerintah menggunakan skema Kerjasasama Pemerinntah Swasta (KPS). Dengan skema ini pihak swasta memiliki kesempatan yang luas untuk terlibat langsung di dalam pembangunan ataupun di dalam pengelolaan sarana kepentingan umum. Ini untuk mengatasi keterbatasan dana yang dimiliki oleh pemerintah dalam pembangunan sarana kepentingan umum. Tentu saja, kalau yang berperan adalah swasta, tujuan utamanya adalah mencari keuntungan sebanyak-banyaknya, bukan untuk melayani kebutuhan masyarakat. Dan keuntungan itu yang akan di bawa ke negei imperialis tentu saja untuk mengatasi krisis di negerinya.
Buruh Cleaning Service RSUD Setjonegoro kabupaten Wonosobo menggelar mogok kerja dan aksi menuntut hak atas upah sesuai UMK, Jamsostek dan hapus Outsourcing
Buruh Cleaning Service RSUD Setjonegoro kabupaten Wonosobo menggelar mogok kerja dan aksi menuntut hak atas upah sesuai UMK, Jamsostek dan hapus Outsourcing
Wonosobo, Rabu (21/9/2011). Sekitar 33 buruh cleaning service RSUD Setjonegoro menggelar aksi mogok kerja dan aksi turun ke jalan dengan membentangkan spanduk menuntut upah sesuai UMK, Jamsostek dan menolak outsourcing. Massa aksi melakukan aksi demonstrasi dari RSUD menuju ke kantor DPRD Wonosobo untuk audiensi dengan pihak RSUD Setjonegoro dan Pemerintah Daerah. Massa aksi juga membawa peralatan cleaning service sebagai symbol atas tidak dipedulikannya mereka karena dipandang rendah oleh pemerintah serta berdandan pocong sebagai tanda matinya hati nurani Direksi RSUD Setjonegoro dan pemerintah.
Kebersihan merupakan kunci terciptanya kenyamanan dan kesehatan untuk lingkungan dan masyarakat. Itulah gambaran nyata pengabdian buruh cleaning service terhadap masyarakat agar hidup nyaman dan sehat seperti di RSUD Setjonegoro kabupaten Wonosobo. Namun, penghidupan buruh cleaning service masih jauh dari standar UMK bahkan standar hidup yang layak dan kebanyakan mereka sudah berkeluarga. Buruh cleaning service yang telah menjual tenaganya selama 8 jam, namun mendapat upah Rp 450.000,-/bulan. Disisi lain, tidak ada jaminan social ketika mengalami kecelakaan atau sakit. Terlebih memilukan, ketika seorang buruh cleaning service absen (tidak bekerja) maka upahnya dipotong, semisal absen 1 hari maka dipotong Rp 17.500,-. System upahnya sebenarnya dihitung harian hanya sebesar Rp 17.500,-, namun pemberian upah dilakukan bulanan oleh pihak RSUD Setjonegoro. Padahal, standar UMK sebesar Rp 775.000,-.
Lebih ironisnya, jika perekrutan cleaning service diserahkan oleh pihak swasta yaitu PT. Erka’s sebagai penyedia layanan jasa cleaning service tanpa ada tanggungjawab dari pihak pemerintah baik dari proses perekrutan, perjanjian secara independen antara buruh cleaning service dengan pemerintah, bahkan soal upah. Kepala bidang Keuangan RSUD Setjonegoro, menyatakan bahwa urusan perjanjian kerja RSUD Setjonegoro hanya dengan PT. Erka’s sebagai penyedia jasa cleaning service. Terkait dengan buruh cleaning service bukan urusan RSUD Setjonegoro, tegasnya. Seolah-olah, buruh cleaning service disamakan seperti barang tanpa ikut terlibat dalam penentuan perjanjian dengan pihak RSUD Setjonegoro. Artinya, pemerintah tidak mau ambil pusing terhadap nasib buruh cleaning service dan selalu saja dipandang sebelah mata oleh pemerintah dengan menyerahkan tanggungjawab pada pihak swasta yang sebenarnya juga tidak pernah memenuhi penghidupan buruh cleaning service secara layak. Perjanjian antara RSUD Setjonegoro dengan PT. Erka’s pun memakai system kontrak atau borongan selama 3 bulan. Ini jelas, memperparah nasib dan masa depan buruh cleaning service.
“upah karyawan cleaning service sesuai standar UMK dan Jamsostek itu tidak mungkin bisa!” itulah pernyataan dari pihak RSUD Setjonegoro dan PT. Erka’s. Kepala Bidang Keuangan RSUD Setjonegoro juga menegaskan, jika tidak anggaran APBD untuk non-PNS.
Jika kita memahami, bahwa pekerjaan buruh cleaning service sangatlah memeras banyak tenaga dan tak sedikit yang mengeluh dengan kondisi kerja seperti itu tanpa adanya upah yang layak dan Jamsostek.
Dengan kebutuhan pokok dan non-pokok yang selalu mengalami kenaikkan menyebabkan penghidupan rakyat semakin sengsara tanpa ada jaminan sejati dari pemerintah.
Hidup klas buruh Indonesia!
Hidup Perjuangan Rakyat!
Hidup Rakyat Indonesia!
Warga Dusun Pawuhan, Desa Karangtengah, Kec. Batur, Kab. Banjarnegara menuntut tanggungjawab PT. Geo Dipa Energy Dieng atas suara ledakan pipa bocor
Warga Dusun Pawuhan, Desa Karangtengah, Kec. Batur, Kab. Banjarnegara menuntut tanggungjawab PT. Geo Dipa Energy Dieng atas suara ledakan pipa bocor
Dampak pengolahan panas bumi (Geothermal) PT. Geo Dipa Energy di Dieng, Jawa Tengah yang ditetapkan sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), juga memberikan efek negatif terhadap lingkungan dan masyarakat. Dampak tersebut dapat dirasakan oleh warga pada pencemaran lingkungan, baik air, udara dan tanaman pertanian warga yang diakibatkan oleh limbah pengeboran panas bumi PT. Geo Dipa Energy Dieng. Menurut warga, pencemaran limbah PT. GDE telah menyebabkan salah seorang warga menjadi korban hingga terjatuh sakit dan tubuhnya menjadi kurus akibat terkontaminasi limbah industri. Di lahan pertanian khususnya tanaman kentang masyarakat, tingkat hasil panen pun berkurang maupun kualitasnya.
Total potensi energi di lapangan panas bumi Dieng diperkirakan mencapai 300 Mwe. Saat ini, Proyek Dieng Unit 1 telah dioperasikan PT Geo Dipa Energi dengan kapasitas 1 x 60 Mwe yang telah terintegrasi/disalurkan ke sistim jaringan interkoneksi Jawa, Madura, & Bali. Dari 13 sumur produksi di Dieng, ada delapan sumur yang sudah digunakan. GDE juga menargetkan pembangunan proyek Dieng Unit 2 dan 3, yang berkapasitas masing-masing 60 Mwe. Dusun atau desa yang berada disekitar pengolahan panas bumi milik GDE yaitu:
1. Dusun Ngandam, Desa Sikunang, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo
2. Dusun Siterus, Desa Sikunang, Kecamatan Kejajar, Kabuptaen Wonosobo
3. Sikunang, kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo
4. Desa Sembungan, kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo
5. Dusun Pawuhan, Desa Karangtengah, kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara
6. Dusun Simpangan, Desa Karangtengah, kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara
7. Desa Karangtengah, kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara
8. Desa Pakisan, kecamatan Batur, kabupaten Banjarnegara
9. Desa Mbitingan, kecamatan Batur, kabupaten Banjarnegara
PT. Geo Dipa Energy sebelum menjadi status BUMN (PT. persero), dulunya adalah anak perusahaan PT. Pertamina. PT. Pertamina menghibahkan PT. Geo Dipa Energy menjadi BUMN yang artinya diklaim milik Negara. Komposisi kepemilikan saham pemerintah di GDE 67 persen senilai Rp 443,525 miliar atau US$ 44,325 juta dan sisanya 33 persen milik PLN atau setara Rp 218,475 miliar atau US$ 21,847 juta. Penandatanganan Akta Hibah merupakan salah satu rangkaian dalam proses pengalihan GDE menjadi BUMN di Bidang Geothermal. Hibah saham Pertamina pada GDE merupakan amanat yang tertuang dalam APBN 2011 terkait dengan Penyertaan Modal Negara. GDE telah memiliki aset sekitar Rp 2 triliun hingga Januari tahun 2011. Direktur Utama GDE Praktimia Semiawan juga menegaskan, jika kinerja perusahaannya tersebut bisa dikatakan baik dan dengan yakin untuk tahun ini, GDE dapat memperoleh pendapatan hingga Rp 150 miliar.
Kronologis aksi warga
Pada hari jum’at dini hari 9 september 2011, terjadi kebocoran pipa yang memunculkan suara ledakan hingga membuat panic warga akan bahaya dari kebocoran pipa tersebut. Secara sontak warga langsung berbondong-bondong keluar rumah untuk mengantisipasi jika ada dampak pipa bocor yang bisa memakan korban, namun kejadian pipa bocor tersebut tak sampai membahayakan warga hingga jatuh korban. Meskipun demikian, warga tetap merasa terganggu dengan adanya suara ledakan pipa bocor tersebut dan secara otomatis warga mengorganisir diri secara spontan untuk melakukan aksi protes dan mendatangi kantor perusahaan PT. Geo Dipa Energy Dieng menuntut ganti rugi sebesar Rp 500.000/jiwa atas ketidaknyamanan warga akibat dari suara ledakan tersebut. Namun aksi warga tak mendapat hasil yang menjadi tuntutan warga Dusun Pawuhan, Desa Karangtengah, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara dikarenakan perwakilan dari PT. Geo Dipa Energy Dieng tidak dapat ditemui.
Sebenarnya persoalan atau sengketa antara warga dan PT. Geo Dipa Energy Dieng sudah lama terjadi semenjak berdirinya PT. GDE, hanya saja kejadian suara ledakan pipa bocor membuat warga bangkit kembali melakukan aksi protes.
Tidak hanya tuntutan ganti rugi saja yang dituntut warga, termasuk juga menuntut lapangan pekerjaan, bantuan listrik untuk fasilitas umum. Menurut warga, tuntutan warga terhadap perusahaan yang sudah dipenuhi yaitu kesehatan gratis, perbaikan atap rumah warga. Seharusnya PT. GDE memberikan tanggung jawab dengan penyediaan lapangan pekerjaan terhadap warga yang berada di sekitar PT. GDE. Namun dalam kenyataannya, warga Dusun Pawuhan, Desa Karangtengah, Kec. Batur, Kab. Wonosobo yang terserap dalam lapangan pekerjaan di PT. GDE hanya 10 orang dengan jumlah penduduk sekitar 1.300 jiwa.
Senin sore 19 September 2011, warga kembali melakukan aksi di kantor PT. GDE, aparat telah menghadang untuk pengamanan aksi warga. Aksi semakin memuncak ketika aparat terus menghadang massa aksi masuk ke kantor perusahaan hingga terjadi aksi saling dorong. Dengan kondisi seperti itu, aparat beberapa kali mencoba mengeluarkan senjata api untuk ditembakkan ke atas sebagai pertanda untuk memperingatkan massa aksi agar membubarkan diri, namun usaha aparat selalu digagalkan oleh massa aksi dengan menangkis tangan aparat agar tidak mengeluarkan senjata api. Dalam aksi saling dorong tersebut, menyebabkan seseorang warga jatuh dan ketika seorang lain (Solekhan) hendak menolongnya secara tiba-tiba seorang aparat kesatuan Brimob POLRES Banjarnegara memukul kepala Solekhan hingga bocor berdarah menggunakan tongkat. Karena Solekhan mengalami pendarahan, maka segera dilarikan ke Rumah Sakit. Massa aksi menjadi semakin geram terhadap kekerasan dan pemukulan yang dilakukan oleh aparat dengan memecahkan kaca kantor PT. GDE dan tidak ada pihak dari PT. GDE untuk menemui massa aksi dengan mendengarkan bahkan memenuhi tuntutan massa aksi.
Perjuangan rakyat atas hak-hak demokratisnya akan selalu mendapat tentangan keras dari perusahaan, pemerintah dan aparatnya dengan konsekuensi jalan kekerasan terhadap rakyat. Inilah kenyataan, jika rejim SBY-Boediono selalu bertindak reaksioner terhadap persoalan rakyat tanpa mempertimbangkan dengan baik terhadap nasib dan persoalan rakyat, namun selalu saja sepihak dan timpang.
Dengan kejadian tersebut, rakyat semakin meyakinkan diri akan perjuangan yang sedang mereka lakukan dan akan terus berjuang menuntut hak yang harusnya diberikan sebagai tanggungjawab perusahaan bahkan pemerintah.
Hidup Perjuangan Rakyat!
Hidup Rakyat Indonesia!
Langganan:
Postingan (Atom)